Widget HTML #1

Bolehkah Nikah Syighar? Ini Penjelasannya

Ilustrasi Nikah Syighar

Suatu hari, Ardi jatuh cinta kepada Ratih, adik teman dekatnya, Aryo. Jatuh cinta itu sedemikian mendalam, sehingga rasa-rasanya, Ardi tak ingin menikah, kecuali dengan Ratih. Karena tahu bahwa Aryo diam-diam juga memendam rasa kepada Santi, adik perempuan Ardi, suatu hari Ardi berkata kepada Aryo.

“Yo, maukah kamu membantu aku? Kamu kan wali adikmu, Ratih. Bantulah agar aku bisa menikah dengan Ratih. Nanti, ada imbalannya.”

“Apa imbalannya?” tanya Aryo.

“Aku akan menikahkanmu dengan Santi.”

Sobat, jika memang terjadi pernikahan antara Ardi dengan Ratih dengan bantuan Aryo, namun dengan syarat Aryo menikah dengan Santi, dan tidak ada mahar dibayarkan karena dianggap sudah diganti dengan pertolongan tersebut, dalam hukum Islam itu namanya nikah syighar. Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam Kitabnya, Minhajul Muslim , nikah syighar adalah ketika seorang wali (A) menikahkan perempuan yang berada dalam perwaliannya (B) dengan  seorang lelaki (C), dengan syarat C bersedia menikahkan A dengan perempuan yang ada di perwalian C (misalnya D). Hubungan perwalian itu bisa ayah dengan anak, saudara laki-laki dengan saudara perempuan, atau paman (dari pihak ayah) dengan keponakan dan sebagainya. Perlu diperjelas, bahwa persyaratan tersebut meniadakan kewajiban mahar.

Menurut Nabi, nikah syighar hukumnya haram alias terlarang. Hal ini disandarkan pada sebuah hadist  dari Abu Hurairah, “Rasulullah telah melarang nikah syighar, dan nikah syighar itu adalah seorang laki-laki berkata, nikahkanlah aku dengan puterimu, dan aku akan menikahkanmu dengan puteriku. Atau, nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, dan aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku.” (HR. Tirmidzi).

Demikian juga, di hadist yang lain disebutkan, “Tidak ada syighar dalam Islam” (HR. Bukhari).

Di dalam pernikahan syighar, adanya persyaratan itu membuat tidak adanya mahar yang dibayarkan pihak lelaki kepada perempuan yang dinikahi, karena dianggap syarat itu merupakan pengganti mahar. Maka, dalam sebuah hadist dari Ibnu Umar, disebutkan, “Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Nikah syighar adalah seorang laki-laki menikahkan putrinya dengan orang lain, dengan syarat orang lain tersebut juga menikahkan putrinya denganlaki-laki itu, tanpa maskawin antara keduanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadist-hadist tersebut, semua fuqaha’ sepakat bahwa nikah syighar ini merupakan pernikahan yang dilarang oleh Allah dan Rasulullah SAW.

Mengapa syighar dilarang? Sebab,  di dalam nikah syighar, tidak ada mahar yang dibayarkan. Padahal mahar merupakan syarat syahnya sebuah pernikahan. Mahar merupakan hak wanita dari calon suaminya. Ketentuan tentang mahar terdapat di ayat Al-Quran, “Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian penuh kerelaan.” (QS. An-Nisaa’: 4).

Ada seorang lelaki meminta izin untuk menikahi seorang perempuan kepada Nabi, maka nabi berkata kepadanya, “Apakah engkau punya sesuatu untuk dijadikan mahar?” “Tidak demi Allah, wahai Rasulullah,” jawabnya. “Pergilah ke keluargamu, lihatlah mungkin engkau mendapatkan sesuatu,” pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu pun pergi, tak berapa lama ia kembali, “Demi Allah, saya tidak mendapatkan apapun pun,” ujarnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Carilah walaupun hanya berupa cincin besi.” (HR. Bukhari dan Muslim) .

Bagaimana jika nikah syighar telah terjadi? Menurut para ulama, seperti Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, dan juga para fuqoha lainnya, jika suami belum menggauli istri, pernikahan harus batal. Jika sudah menggauli, tetap batal, kecuali masing-masing membayar mahar. Dari ilustrasi di atas, Aryo membayar mahar kepada Santi, dan Ardi membayar mahar kepada Ratih. Jelas, ya, Sobat? [US].

Posting Komentar untuk "Bolehkah Nikah Syighar? Ini Penjelasannya"